Jinayah Siyasah Angkatan 2011

Foto saya
Medan, Sumatera Utara, Indonesia
Terbentuknya sarjana Ilmu syari’ah (sarjana hukum Islam) yang bertakwa kepada Allah SWT memiliki keahlian di bidang ketatanegaraan dan pidana Islam, sebagai praktisi dalam bidang hukum dan ketatanegaraan, dan meggunakan hukum sebagai sarana untuk memecahkan masalah ketatanegaraan dan pidana Islam dengan bijaksana berdasarkan prinsip hukum.

Jumat, 07 Desember 2012

Tindak Pidana Pemalsuan


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Dalam hukum di Indonesia pemalsuan terhadap sesuatu merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang telah diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Memang pemalsuan sendiri akan mengakibatkan seseorang/pihak merasa dirugikan. Hal inilah yang membuat pemalsuan ini diatur dan termasuk suatu tindakan pidana.
            Berdasarkan ketentuan yang termuat dalam KUHP pemalsuan terdiri dari beberapa jenis. Adakalanya sumpah palsu dan keterangan palsu, pemalsuan mata uang, uang kertas Negara dan uang kertas bank, pemalsuan surat dan adakalanya juga pemalsuan terhadap materai dan merek.
            Oleh sebab itu agar kita memahami tentang pemalsuan dalam makalah kali ini akan dibahas secara lebih detail mengenai tindak pidana pemalsuan ini beserta pasal-pasal yang menentukannya dan juga beberapa jenis pemalsuan seperti yang telah ditulis diatas.
B.     Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1.      Pengertian tindak pidana pemalsuan.
2.      Macam-macam bentuk kejahatan pemalsuan.
3.      Pemalsuan mata uang, uang kertas negara dan uang kertas bank.
4.       Pemalsuan materai.
5.       Pemalsuan cap (merek).
6.       Pemalsuan surat.
7.       Laporan palsu dan pengaduan palsu.
C.    Tujuan Penyusunan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah agar kita mengetahui tentang tindak pidana pemalsuan tersebut dan apa-apa saja undang-undang yang mengaturnya.


BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Tindak Pidana Pemalsuan
         Kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yanng di dalamnya mengandung sistem ketidak benaran atau palsu atas suatu hal (objek) yang sesuatunya itu nampak dari luar seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya itulah yang di namakan dengan tindak pidana pemalsuan dalam bentuk (kejahatan dan pelanggaran).
[1] Perbuatan pemalsuan merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap dua norma dasar: 

    1. Kebenaran (kepercayaan) yang pelanggaranya dapat tergolong dalam kelompok         kejahatan
 penipuan.
    2. Ketertiban masyarakat, yang pelanggaranya tergolong dalam kelompok kejahatan terhadap negara/ketertiban masyarakat.

B.Macam-macam Bentuk Kajahatan Pemalsuan
         Dalam ketentuan hukum pidana, dikenal beberapa bentuk kejahatan pemalsuan, antara lain sumpah palsu, pemalsuan uang, pemalsuan merek dan materai, dan pemalsuan surat:

1. Sumpah Palsu
         Sumpah palsu diatur dalam pasal 242 KUHP. Keterangan di bawah sumpah dapat diberikan dengan lisan atau tulisan. Keterangan dengan lisan berarti bahwa seseorang mengucapkan keterangan dimuka seorang pejabat dengan disertai sumpah, memohon kesaksian tuhan bahwa ia memberikan keterangan yang benar, misalnya seorang saksi di dalam siding pengadilan. Cara sumpah adalah menurut peraturan agama masing-masing. Sedangkan keterangan dengan lisan berarti bahwa seorang pejabat menulis keterangan dengan mengatakan bahwa keterangan itu diliputi oleh sumpah jabatan yang dulu diucapkan pada waktu mulai memangku jabatannya seperti seorang pegawai polisi membuat proses-verbal dari suatu pemeriksaan dalam menyidik perkara pidana.
Apabila diberikan oleh seorang wakil maka wakil itu harus diberi kuasa khusus, artinya dalam surat kuasa harus disebutkan dengan jelas isi keterangan yang akan diucapkan oleh wakil itu. Menurut ayat 3, disamakan dengan sumpah suatu kesanggupan akan memberikan keterangan yang benar, atau penguatan kebenaran keterangan yang telah diberikan keterangan yang benar, atau penguatan kebenaran keterangan yang telah diberikan. Pergantian ini diperbolehkan dalam hal seorang berkeberatan diambil sumpah. (Wirjono Prodjodikoro, 2008: 174)

Contoh sumpah palsu ini terdapat pada pasal 242 KUHP yaitu :[2]
                                                                                                                               
1) Barang siapa yang dalam hal peraturan undang-undang memrintahkan supaya memberi keterangan atas sumpah atau mengadakan akitab hukum pada keterangan tersebut, dengan sengaja memberi keterangan palsu atas sumpah, dengan lisan atau dengan surat, oleh dia sendiri atau oleh wakilnya yang ditunjuk untuk itu pada khususnya dipidana dengan opidana penjar
a selama-lamanya tujuh tahun
2) Kalau keterangan palsu atau sumpah itu diberikan dalam suatu perkara pidana dengan merugikan si terdakwa atau si tersangka, maka yang bersalah dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun.

3) Kesanggupan atau penguatan yang diperintahkan oleh undang-undang umum atau yang menjadi ganti sumpah disamakan dengan sumpah.

4) Pidana mencabut hak tersebut dalam pasal 35 no. 1-2 dapat dijatuhkan
                                     

Pemberi keterangan palsu supaya dapat dihukum maka harus mengetahui, bahwa ia memberikan suatu keterangan dengan sadar bertentangan dengan kenyataan bahwa ia memberikan keterangan palsu ini di bawah sumpah. Jika pembuat menyangka bahwa keteranganitu sesuai dengan kebenaran akan tetapi akhirnya keterangan ini tidak benar, atau jika ternyata pembuat keterangan sebenarnya tidak mengenal sesungguhnya mana yang benar, maka ia tidak dapat di hukum. Mendiamkan (menyembunyikan) kebenaran itu belum berarti suatu keterangan palsu. Suatu keterangan palsu itu menyatakan keadaan lain dari keadaan yang sebenarnya dengan dikehendaki (dengan sengaja). Oleh karena itu, keterangan itu harus diberikan dengan atas sumpah dan diwajibkan olah undang-undang atau mempunyai akibat hukum. (R.Soesilo, 1991: 183)
Sumpah yang diberikan oleh UU atau oleh UU diadakan akibat hukum, contohnya  adalah dalam hal seorang diperiksa dimuka pengadilan sebagai saksi, maka saksi tersebut sebelum memberikan keterangan harus diambil sumpah akan memberikan keterangan yang benar. Penyumpahan ini adalah syarat untuk dapat mempergunakan keterangan saksi itu sebagai alat bukti. Jadi, seorang yamg memberikan keterangan bohong di bawah sumpah dapt dihukum (R.Soesilo, 1991: 183) 
Apabila seorang saksi dalam pemeriksaan perkara dimuka pengadilan tidak memberitahukan hal yang ia ketahui, maka Simons-Pompe maupun Noyon-Langemeyer berpendapat bahwa hal ini tidak merupakan sumpah palsu, kecuali:
      a.       Menurut Simon-Pompe, apabila dengan memberikan sesuatu, maka hal yang lebih dahulu telah diberitahukan menjadikan tidak benar.
      b.      Menurut Noyon- Langemeyer, apabila seorang saksi itu mengatakan: “saya tidak tahu apa-apa lagi tentang ini”. (R.Soesilo, 1991: 176).

2. Pemalsuan mata uang, uang kertas negara dan uang kertas bank
Obyek pemalsuan uang meliputi pemalsuan uang logam, uang kertas Negara dan kertas bank. Dalam pasal 244 yang mengancam dengan hukuman berat, yaitu maksimum lima belas tahun penjara barangsiapa membikin secara meniru atau memalsukan uang logam atau uang kertas Negara atau uang kertas bank dengan tujuan untuk mengedarkannya atau untuk menyuruh mengedarkannya sebagai uang asli dan tidak dipalsukan. Hukuman yang diancam menandakan beratnya sifat tindak pidana ini.                                                               
Hal ini dapat dimengerti karena dengan tindak pidana ini tertipulah masyarakat seluruhnya, tidak hanya beberapa orang saja. Tindak pidana uang palsu membentuk dua macam perbuatan, yaitu: (R.Soesilo, 1991:

      a.       Membikin secara meniru (namaken)
Meniru uang adalah membuat barang yang menyerupai uang, biasanya memakai logam yang lebih murah harganya, akan tetapi meskipun memakai logam yang sama atau lebih mahal harganya, dinamakan pula “meniru”. Penipuan dan pemalsuan uang itu harus dilakukan dengan maksud akan mengedarkan atau menyuruh mengedarkan uang itu sehingga masyarakat menganggap sebagai uang asli. Termasuk juga apabila seandainya alat-alat pemerintah untuk membuat uang asli dicuri dan dipergunakan untuk membuat uang palsu itu. (R.Soesilo, 1991: 1).


      b.      Memalsukan (vervalschen)
Memakai uang kertas, perbuatan ini dapat berupa mengubah angka yang menunjukkan harga uang menjadi angka yang lebih tinggi atau lebih rendah. Motif pelaku tidak dipedulikan, asal dipenuhi unsur tujuan pelaku untuk engadakan uang palsu itu sebagai uang asli yang tidak diubah. Selain itu apabila uang kertas asli diberi warna lain, sehingga uang kertas asli tadi dikira uang kertas lain yang harganya kurang atau lebih. Mengenai uang logam, memalsukan bararti mengubah tubuh uang logam itu, atau mengambil sebagian dari logam itu dan menggantinya dengan logam lain. (Wirjono Prodjodikoro, 2008: 178).

Disamping pembuatan uang palsu dan pemalsuan uang, pasal 245 mengancam dengan hukuman yang sama bagi pelaku yang mengedarkan uang palsu. Berdasarkan unsur kesengajaan, bahwa pelaku harus tahu bahwa barang-barang tersebut adalah uang palsu. Selain itu, tidak perlu mengetahui bahwa berhubung dengan barang-barang telah dilakukan tindak pidana pembuatan uang palsu atau memalsukan uang asli. Secara khusus tidak perlu diketahui bahwa yang membuat atau memalsukan uang itumemiliki tujuan untuk mengedarkan barang-barang itu sebagai uang asli. (Wirjono Prodjodikoro, 2008: 178- 179).[3]

Dari penjelasan diatas berdasarkan KUHP yang tertera dibawah ini : 
Pasal 244 : Barang siapa meniru atau memalsukan uang atau uang kertas Negara atau uang kertas Bank dengan maksud akan mengedarkan atau menyuruh mengedarkan mata uang kertas Negara atau uang kertas bank itu serupa dengan yang asli dan yang tiada dipalsukan, dihukum penjara selama-lamanya lima belas tahun (KUHP 4, 64-2, 165, 519).[4]
                                           
Pasal-pasal lain:
a.       Merusak uang logam (muntschennis) dalam KUHP pasal 246 diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun barangsiapa mengurangi harga uang logam dengan tujuan untuk mengedarkannya atau untuk menyuruh mengedarkannya setelah harganya kurang.
b.      Mengedarkan uang logam yang rusak diatur dalam KUHP pasal 247, diancam hukuman sama dengan pasal 246.

Pasal 247 : barang siapa dengan sengaja mengedarkan serupa mata uang yang tidak rusak, mata uang mana ia sendiri telah kurangkan harganya atau yang pada waktu diterima kerusakan itu diketahuinya atau barang siapa dengan sengaja menyimpan atau memasukkan mata uang yang demikian ke Negara Indonesia dengan maksud akan mengedarkan atau menyuruh manjalankannya serupa mata uang yang tidak rusak, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun. (KUHP 35, 52, 64-2, 165, 252, 260 bis, 486).[5]

c.       Pasal 249 dikenakan bagi pelaku yang menerima uang palsu dengan tidak mengetahui tentang kepalsuan uang itu, dan kemudian mengetahui tentang kepalsuannya tetapi tetap mengedarkannya dihukum hanya maksimum penjara empat bulan karena tidak ada unsur dari pasal 245 dan 247.
d.      Membuat atau menyimpan barang-barang atau alat-alat untuk memalsukan uang diancam pasal 250 dengan hukuman enam tahun penjara apabila diketahui alat tersebut digunakan untuk meniru, memalsu, atau mengurangi harga nilai uang.  

Hukuman tambahan dalam pasal 250 bisa bagi pelaku kejahatan yang termuat dalam title x buku II KUHP, maka dilakukan perampasan uang logam atau kertas yang palsu dan alat-alat pemalsu uang meskipun barang-barang tersebut bukan milik yang terhukum. Selain itu pasal 251 mengancam hukuman maksimum penjara 1 tahun bagi pelaku yang tanpa izin pemerintah memasukkan kedalam wilayah Indonesia keeping-keping perak atau papan-papan perak yang ada capnya atau tidak, dan sesudah dicap diulang capnya atau yang diusahakan dengan cara lain agar dapat dikirakan uang logam, dan tidak untuk perhiasan atau tanda peringatan. (Wirjono Prodjodikoro, 2008: 180-181) [6]

3. Pemalsuan materai
 Materai memiliki arti penting dalam masyarakat, yaitu dengan adanya materai maka surat yang diberi materai yang ditentukan oleh UU menjadi suatu surat yang sah, artinya tanpa materai berbagai surat keterangan, misalnya surat kuasa, tidak dapat diterima sebagai pemberian kuasa yang sah. Demikian juga dalam pemeriksaan perkara dimuka pengadilan, surat-surat baru dapat dipergunakan berbagai alat pembuktian apabila dibubuhi materai yang ditentukan oleh UU. (Wirjono Prodjodikoro, 2008: 182)[7]                                                
Pemalsuan materai merugikan pemerintah karena pembelian materai adalah semacam pajak dan pemalsuan materai berakibat berkurangnya pajak ke kas Negara. Menurut KUHP pasal 253, diancam hukuman tujuh tahun bagi pelaku yang meniru atau memalsukan materai  yang dikeluarkan  pemerintah Indonesia, dengan maksud menggunakan atau menyuruh   menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan materai itu sebagai yang asli. Jika maksud tidak ada, tidak dikenakan pasal ini. Juga dihukum pembuat materai dengan cap yang asli dengan melawan hak, yang berarti bahwa pemakaian cap asli itu tidak dengan izin pemerintahan. (R.Soesilo, 1991: 189).

Contoh pemalsuan materai dapat kita liat di pasal 253 KUHP.[8]
                                                                                   
Dipidana dengan pidana penjara selamanya tujuh tahun:
1. Barangsiapa meniru atau memalsukan meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, atau memalsukan tanda-tangan, yang perlu untuk sahnya meterai itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh memakai meterai itu oleh orang lain sebagai meterai yang asli atau yang tidak dipalsukan atau yang sah
2. Barangsiapa dengan maksud yang sama membuat meterai dengan memakai alat cap yang dengan melawan hokum:
     - orang yang meniru atau memalsukan meterai yang dikeluarkan oleh pemerintah RI, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh memakai meterai itu oleh orang lain sebagai, meterai, yang adi atau yang tidak dipalsukan atau yang sah.
     - Orang yang meniru atau memalsukan tanda tangan yang perlu untuk sahnya meterai itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh memakai meterai itu oleh orang lain sebagai meterai yang asli atau yang tidak dipalsukan atau yang sah.
     - Orang yang membuat atau dengan memakai alat cap yang asli dengan melawan hukum, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh memakai meterai itu oleh orang lain sebagai meterai yang asli atau yang tidak dipalsukan atau yang sah.

4. Pemalsuan Cap (merek)
Dari berbagai tindak pidana pemalsuan, terdapat juga pemalsuan cap atau merek dan ini  merupakan salah satu misal tindak pidana berat. Tindak pemalsuan cap atau merek dibagi berbagai macam:

a.    Pemalsuan cap Negara
Pasal 254 ke-1 memuat tindak pidana berupa mengecap barang-barang itu dengan stempel palsu atau memalsukan cap asli yang sudah ada pada barang-barang itu dengan tujuan untuk memakai atau menyuruh memakai oleh orang lain barang-barang itu seolah-olah cap yang ada pada barang-barang itu adalah asli dan tidak palsu. Pasal 254 ke-2 memuat tindak pidana seperti pasal 253 ke-2, yaitu secara melanggar hukum mengecap barang-barang emas atau perak tadi dengan stempel yang asli.
Jadi, yang berwenang menggunakan stempel yang asli tadi adalah orang lain bukan pelaku tindak pidana ini, atau pelaku yang pada umumnya berwenang, tetapi in casu mengecap barang-barang itu secara menyeleweng, tidak menurut semestinya, misalnya barang-barang itu seharusnya tidak boleh diberi cap-cap itu karena kurang kemurniannya. Pasal 254 ke-3 mengenai barang-barang emas dan perak yang sudah diberi cap Negara atau cap orang-orang ahli dengan semestinya, tetapi ada seseorang dengan mempergunakan stempel asli mengecap, menambahkan, atau memindahkan cap itu kebarang-barang lain (dari emas dan perak) dengan tujuan memakai atau menyuruh memakai oleh orang lain, barang-barang itu, seolah-olah barang itu sudah sejak semula dan dengan semestinya diberi cap-cap tadi. Ketiga tindak pidana diatas diancam hukuman maksimum penjara enam tahun.
                                                              
b.    Pemalsuan cap tera (rijksmerk)
Pasal 255 memuat tindak-tindak pidana seperti pasal 254, tetapi mengenai cap tera yang diwajibkan atau diadakan atas permohonan orang-orang yang berkepentingan pada barang-barang tertentu, misalnya alat-alat untuk menimbang atau mengukur. Hukumannya lebih ringan lagi, yaitu maksimum empat tahun penjara.


c.    Pemalsuan cap-cap pada barang-barang atau alat-alat pembungkus barang-barang itu
Pasal 256 memuat tindak-tindak pidana seperti pasal 254, tetapi mengenai cap-cap lin daripada cap negara atau cap orang ahli atau cap tera yang menurut peraturan undang-undang harus atau dapat diadakan pada barang-barang tertentu. Hukumannya diringankan lagi sampai maksimum hukuman penjara tiga tahun. (Wirjono Prodjodikoro, 2008: 183-184). [9]

5. pemalsuan surat
            Pemalsuan dalam surat-surat (valschheid in geschrift)Demikianlah judul title XII buku II KUHP. Maka KUHP berturut-turut memuat empat title, semua tentang kejahatan terhadap kekuasaan umum. Jadi jelaslah bahwa pemalsuan dalam surat-suart dianggap lebih bersifat mengenai kepentingan masyarakat dengan keseluruhannya, yaitu kepercyaan masyarakat kepada isi durat-surat daripada bersifat mengenai kepentingan dari individu-individu yang mungkin secara langsung dirugikan dengan pemalsuan surat ini.
Unsur-unsur surat dari peristiwa pidana :
a. suatu surat yang dapat menghasilkan sesuatu hak sesuatu perjanjian utang atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari sesuatu kejadian.
b. Membikin surat palsu (artinya surat itu sudah dari mulainya palsu) atau memalsukan surat (artinya surat itu tadinya benar, tetapi kemudian palsu).
c.Tujuan menggunakan atau digunakan oleh oranglain.
d. Penggunaan itu dapat menimbulkan kerugian.

                                                                     Pasal263
1. barang siapa membikin surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perutangan atau yang dapat membebaskan daripada utang atau yang dapat menjadi bukti tentang sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, jikalau pemakaian surat itu dapat mendatangkan kerugian, maka karena memalsukan surat, dipidana dengan penjara selama-lamnya enam tahun.
2. Dipidana dengan pidana penjara semacam itu juga, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau surat yang dipalsukan, seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau pemakaian surat itu dapat mendatangkan kerugian.
pasal 624                                                                 
(1) yang bersalah melakukan pemalsuan surat, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 8 tahun apabila perbuatan itu dilakukan :
- pada akta-akta otentik
- Pada surat-surat utang atau sertifikat utang yang dikeluarkan suatu Negara atau bagiannya atau suatu lembaga umum.
- Pada saham-saham atau utang-utang atau sertifikat sero atau sertifikat utang dari sesuatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai.
- Pada segi saham, surat pembuktian untung sero dan bunga yang menjadi bagian dari surat-surat tersebut dalam kedua nomor termaksud diatas atau pada surat-surat bukti atau sebagai pengganti surat-surat .itu
- Pada surat-surat kredit atau surat dagang yang disediakan untuk diedarkan.

Catatan : Pemalsuan surat ada dua macam
‑ Yang disebut pemalsuan materiil : Disini surat ini didalam ujudnya sama sekali palsu, sejak darmulanya.
- Yang disebut pemalsuan intelektuil : Disini suratnya sendiri tidak palsu dan ia dibuat sebagai mana mestinya akan tetapi isinya yang palsu.


6. Laporan Palsu dan Pengaduan Palsu
             Perbuatan melaporkan atau mengadukan sesuatu tindak pidana yang tidak benar-benar terjadi (palsu) dengan jalan disengaja serta tidak memandang apa tujuannya. Perbuatan ini misalnya seorang pegawai Firma yang disuruh menyetorkan uang ke Bank tetapi tidak disetorkan uang itu & dipergunakan untuk kepentingannya sendiri. Untuk menutupi kekurangannya ia lalu pura-pura melaporkan kepada polisi, bahwa uang yang disuruh menyetorkan ke Bank itu telah ditodong oleh penjahat dijalan.

           Menurut pasal 45 R I B orang yang menderita peristiwa pidana atau yang mengetahui peristiwa pidana berhak melaporkan atau memberitahukan hal itu kepada yang berwajib. Dan tindak pidana diatas tertera dalam KUHP Pasal 220 : Barang siapa memberitahukan atau mengadukan bahwa telah dilakukan orang sesuatu tindak pidana padahal ia tahu, bahwa perbuatan itu tidak dilakukan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun 4 bulan.













BAB III
                                                                     PENUTUP
      A. KESIMPULAN
                Pemalsuan adalah suatu perbuatan yang disengaja meniru suatu karya orang lain untuk tujuan tertentu tanpa izin yang bersangkutan. Juga disebut melanggar hak cipta orang lain.
Adapun
 macam-macam dari pemalsuan itu adalah: :
-
 Sumpah dan keterangan palsu
-
 Pemalsuan mata uang, uang kertas Negara & uang kertas bank
-
 Pemalsuan meterai dan cap (merek)
-
 Pemalsuan surat
-
 Laporan palsu dan pengaduan palsu.
       B. SARAN
1. Orang yang melakukan tindak pidana pemalsuan itu harus dihukum sesuai dengan undang-undang yang telah ada atas pelanggaran tindak pidana tersebut.
2. Kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca demi kebaikan penulisan pemakalah di kesempatan lainnya.






DAFTAR PUSTAKA
Moeljatno,  Azas-azas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1993
Prasityo, Teguh. “Hukum Pidana” Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011.
Prodjodikoro Wirjono, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2003.
Soerodibroto, soenarto. “KUHP DAN KUHAP” Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2003.
Soesilo, “Kitab Undang-undang hukum pidana” Bogor: Politeia, 1996.


[1] Teguh Prasetyo,”hukum pidana” Jakarta 2011. Hal.58
[2] Soesilo,”Kitan undang-undang hukum pidana” Bogor 1996. Hal.182-183
[3] Wirjono prodjodikoro. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia,  Bandung, 2003. Hal.178-179
[4] Soenarto Soerodibroto,”KUHP DAN KUHAP” Jakarta 2003. Hal. 145

[5]Soenarto Soerodibroto,”KUHP DAN KUHAP” Jakarta 2003. Hal. 146

[6] Wirjono prodjodikoro. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia,  Bandung, 2003. Hal. 180-181
[7] Wirjono prodjodikoro. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia,  Bandung, 2003. Hal. 182
[8] Soesilo,”Kitab undang-undang hukum pidana” Bogor 1996. Hal. 188-189.

[9]Wirjono prodjodikoro. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia,  Bandung, 2003. Hal. 183-184
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar