KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis
telah panjatkan ats kehadiran Tuhan Yang Mahaa Esa, sang Pencipta alam semesta
, manusia , dan kehedupan beserta seperangkat aturan-Nya, karena berkat
limpahan rahmat, taufiq, hidayah serta
inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan tema “Penegakan Hukum Tentang Tindak Pidana Suap”
yang sederhana ini dapat terselesaikan tidak kurang dari pada waktunya.
Maksud
dan tujuan dari penulisan makalah ini tidaklah lain untuk memenuhi salah satu
dari sekian kewajiban mata kuliah Management Operasional serta merupakan bentuk
langsung tanggung jawab penulis pada tugas yang diberikan.
Pada
kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bpk Burhanuddin, S.H,. M.H. selaku
dosen mata kuliah Hukum positif serta semua pihak yang telah mensupport
penyelesaian makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Demikian
pengantar yang dapat penulis sampaikan dimana penulis pun sadar bahwasanya
penulis hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Tuhan Azza Wajalla hingga dalam
penulisan dan penyusunannya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu,kritik dan saran yang konstruktif akan senaniasa penulis nanti dalam
evaluasi diri.
Akhirnya penulis
hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidak sempurnaan penulisan dan penyusunan
makalah ini adalah ditemukan sesuatu
yang dapat memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca, dan
bagi seluruh mahasiswa-mahasiswi Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara.
Amin ya Robbal’alamin.
Medan,
10 November 2012
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah ................................................................................................1
B.
Rumuan
Masalah
...........................................................................................................1
C.
Tujuan
Penulisan ...........................................................................................................1
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Suap
............................................................................................................2
B.
Penyuap
dan Penerima Suap .........................................................................................3
C.
Dasar
Hukum Tindak Pidana Suap
ü Dari segi agama
...............................................................................................4
ü Dari segi perundang-undangan
........................................................................5
D.
Bedah
Hadiah Dengan Suap
........................................................................................6
E.
Dampak
Dari Suap ......................................................................................................7
F.
Upaya
Untuk Memberantas Suap
ü Solusi individu dan masyarakat
.......................................................................8
ü Solusi untuk pemerintah ..................................................................................8
G.
Sanksi
Hukum Tindak Pidana Suap
............................................................................8
H.
Kasus
Suap Dalam Pemerintahan
..............................................................................12
I.
Kasus
Suap Dalam Penerimaan Mahasiswa Baru
.....................................................14
J.
Analisis
Kasus
...........................................................................................................15
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
...............................................................................................................17
B.
Kritik
dan Saran
........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Permasalahan harta, seakan-akan
sebuah permasalahan yang tidak berkesudahan. Sebagai seorang muslim yang
menghadirkan akhirat ke dalam kehidupannya, tentu tidak menganggap permasalahan
ini sepele atau terlampau menyempitkan ruang geraknya dalam mencari rizki.
Sebab bagaimanapun juga, kita tetap butuh harta sebagai bekal dan tetap waspada.
Akhir-akhir ini masalah suap semakin sering diperbincangkan seiring semakin bertambahnya kasus suap yang terjadi. Dalam praktik sehari-hari, suap-menyuap sudah begitu menyebar ke berbagai sendi kehidupan. Suap-menyuap tidak hanya dilakukan rakyat kepada pejabat negara (pegawai negeri) dan para penegak hukum, tetapi juga terjadi sebaliknya. Pihak penguasa atau calon penguasa tidak jarang melakukan sedekah politik (suap) kepada tokoh-tokoh masyarakat dan rakyat agar memilihnya, mendukung keputusan politik, dan kebijakan-kebijakannya. Dalam makalah ini akan diulas dengan detail mengenai suap menyuap, sekaligus mengangkat salah satu kasus suap yang terjadi pada saat penerimaan mahasiswa baru.
Akhir-akhir ini masalah suap semakin sering diperbincangkan seiring semakin bertambahnya kasus suap yang terjadi. Dalam praktik sehari-hari, suap-menyuap sudah begitu menyebar ke berbagai sendi kehidupan. Suap-menyuap tidak hanya dilakukan rakyat kepada pejabat negara (pegawai negeri) dan para penegak hukum, tetapi juga terjadi sebaliknya. Pihak penguasa atau calon penguasa tidak jarang melakukan sedekah politik (suap) kepada tokoh-tokoh masyarakat dan rakyat agar memilihnya, mendukung keputusan politik, dan kebijakan-kebijakannya. Dalam makalah ini akan diulas dengan detail mengenai suap menyuap, sekaligus mengangkat salah satu kasus suap yang terjadi pada saat penerimaan mahasiswa baru.
B.
Rumusan Masalah
Untuk memudahkan penyusunan dan pemahaman makalah ini, maka
kami susun beberapa rumusan masalah, yaitu:
1. Apakah pengertian suap?
2. Siapakah penyuap dan penerima suap itu?
3. Bagaimana dasar hukum tindak pidana suap?
4. Apakah sanksi tindak pidana suap?
C. Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
agar kita mengetahui pengertian suap menyuap dan bentuk-bentuk pelaksanaannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Suap
Secara Istilah (kamus Bahasa
Indonesia) Suap adalah memberi uang dan sebagainya kepada petugas (pegawai),
dengan harapan mendapatkan kemudahan dalam suatu urusan, sedangkan secara
istilah dalam islam disebut Ar-Risywah, Menurut Al-Mula Ali Al-Qari rahimahullah.
“Ar-Risywah (suap) adalah sesuatu
yang diberikan kepada penegak hukum untuk menggagalkan perkara yang benar atau
mewujudkan perkara yang bathil (tidak benar)”.[1]
Suap, disebut juga dengan sogok atau
memberi uang pelicin. Secara istilah adalah memberi uang dan sebagainya kepada
petugas (pegawai), dengan harapan mendapatkan kemudahan dalam suatu urusan.
Dalam buku saku memahami tindak
pidan korupsi “Memamahami untuk Membasmi” yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) dijelaskan bahwa cakupan suap adalah (1) Setiap orang, (2)
memberi sesuatu, (3) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, (4)
karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentagan dengan kewajiban,
dilakukan atau tidak dilkukan dalam jabatannya.
Suap juga bisa berarti setiap harta
yang diberikan kepada pejabat atas suatu kepentingan, padahal semestinya urusan
tersebut tanpa pembayaran. Sedangkan dalam fikih, suap atau risywah cakupannya
lebih luas. Sebagaimana dikatakan Ali ibn Muhammad Al Jarjuni dalam kitab
Ta’rifat, Beirut (1978), suap adalah sesuatu yang diberikan untuk menyalahkan
yang benar atau membenarkan yang salah.
Dalam Undang-Undang
No. 11 Th. 1980 tentang tindak pidana suap dijelaskan bahwa tindak pidana suap
memiliki dua pengertian, yaitu:
1. Memberi atau menjanjikan sesuatu dengan maksud membujuk agar
seseorang berlawanan dengan kewenangan/kewajibannya yang menyangkut kepentingan
umum.
2. Menerima sesuatu atau janji yang diketahui dimaksudkan agar
si penerima melawan kewenangan/kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum.
Dr. Yusuf Qordhawi mengatakan,
bahwa suap adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang yang memiliki
kekuasaan atau jabatan apapun untuk menyukseskan perkaranya dengan mengalahkan
lawannya sesuai dengan yang diinginkan atau memberikan peluang kepadanya
(seperti tender) atau menyingkirkan musuhnya. Dari
pengertian di atas dapat dipahami bahwa suap adalah memberi sesuatu, baik uang
maupun barang kepada seseorang agar melakukan sesuatu bagi si pemberi suap yang
bertentangan dengan kewajibannya, baik permintaan itu dilaksanakan ataupun
tidak dilaksanakan. Dari sini dapat dipahami bahwa suap adalah sebuah tindakan
yang mengakibatkan sakit atau kerugian di pihak lain.
Dalam konteks sistem, suap
terjadi karena mekanisme yang ada dalam proses kebijakan memiliki celah-celah.
Argumentasi yang dikemukakan tiap pihak mentah karena apa yang dipikirkan
hanyalah kepentingan golongan masing-masing. Di satu sisi, parlemen sudah
kurang peduli terhadap konstituen dan rakyatnya, di sisi lain penyuap merasa
prosedur birokrasi yang ada terlalu membebani, tidak realistis, dan sering
mengada-ada.
Suap terjadi akibat ketidakpercayaan dan keengganan terhadap demokrasi yang bisa melahirkan kehidupan publik yang lebih sehat. Suap juga terjadi akibat prasangka negatif bahwa segala jalan bisa ditempuh asalkan tujuan tercapai. Akibatnya, walaupun dalam proses demokrasi sekalipun yang tampak di depan mata, di dalamnya publik jarang.
Suap terjadi akibat ketidakpercayaan dan keengganan terhadap demokrasi yang bisa melahirkan kehidupan publik yang lebih sehat. Suap juga terjadi akibat prasangka negatif bahwa segala jalan bisa ditempuh asalkan tujuan tercapai. Akibatnya, walaupun dalam proses demokrasi sekalipun yang tampak di depan mata, di dalamnya publik jarang.
Adapun
pemberian suap ini dilakukan melalui tiga cara, yaitu:
1. Uang dibayar setelah selesai keperluan dengan sempurna,
dengan hati senang, tanpa penundaan pemalsuan, penambahan atau pengurangan,
atau pengutamaan seseorang atas yang lainnya.
2. Uang dibayar melalui permintaan, baik langsung maupun dengan
isyarat atau dengan berbagi macam cara yang dapat dipahami bahw si pemberi
mengnginkan sesuatu.
3. Uang dibayar sebagai hasil dari selesainya pekerjaan resmi
yang ditentukan si pemberi uang.
B. Penyuap Dan Penerima Suap
Dalam bahasa syari’ah penyuap disebut dengan Ar-Rasyi yaitu orang
yang menyuap. Sedangkan orang yang disuap disebut Al-Murtasyi.
Penyuap adalah orang yang memberi hadiah atau janji kepada
pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan dan wewenang yang melekat pada
jabatan atau kedudukannya. Selain itu seseorang dianggap sebagai pemberi suap
apabila memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili. Setiap
orang yang memberi sesuatu kepada pegawai setelah ia menjabat atau diangkat
menjadi pegawai pada sebuah instansi dengan tujuan mengambil hatinya tanpa hak,
baik untuk kepentingan sekarang maupun untuk masa akan datang, yaitu dengan
menutup mata terhadap syarat yang ada untuknya, dan atau memalsukan data, atau
mengambil hak orang lain, atau mendahulukan pelayanan kepadanya daripada orang
yang lebih berhak, atau memenangkan perkaranya, dan sebagainya adalah orang
yang memberi suap.
Sedangkan penerima suap adalah
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji
padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan
karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.
Setiap orang yang menerima hadiah atau janji dengan maksud untuk melakukan sesuatu bagi si pemberi suap yang bertentangan dengan kewajibannya, baik permintaan itu dilaksanakan ataupun tidak dilaksanakan, atau menyukseskan perkaranya dengan mengalahkan lawannya sesuai dengan yang diinginkan atau memberikan peluang kepadanya (seperti tender) atau menyingkirkan musuhnya adalah penerima suap.
Setiap orang yang menerima hadiah atau janji dengan maksud untuk melakukan sesuatu bagi si pemberi suap yang bertentangan dengan kewajibannya, baik permintaan itu dilaksanakan ataupun tidak dilaksanakan, atau menyukseskan perkaranya dengan mengalahkan lawannya sesuai dengan yang diinginkan atau memberikan peluang kepadanya (seperti tender) atau menyingkirkan musuhnya adalah penerima suap.
Dengan demikian dapat dipahami
bahwa orang yang menerima suap adalah orang yang memberikan rekomendasi bagi
orang lain setelah orang itu memberikan sesuatu kepadanya.Baik orang yang
memberi ataupun yang menerima suap, sama-sama mendapatkan hukuman karena dengan
melakukan suap tersebut kedua belah pihak telah merugikan pihak lain.
C. Dasar Hukum Tindak Pidana Suap
1.
Dari segi agama
Termasuk makan harta orang lain dengan cara
batil ialah menerima suap. Yaitu uang yang diberikan kepada penguasa atau
pegawai, supaya penguasa atau pegawai tersebut menjatuhkan hukum yang
menguntungkannya, atau hukum yang merugikan lawannya menurut kemauannya, atau
supaya didahulukannya urusannya atau ditunda karena ada suatu kepentingan dan
seterusnya. Islam mengharamkan seorang Islam menyuap penguasa dan
pembantu-pembantunya. Begitu juga penguasa dan pembantu-pembantunya ini
diharamkan menerima uang suap tersebut.
Selain itu dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad
Rasulullah saw melaknat penyuap, penerima suap dan orang yang menyaksikan
penyuapan. Sungguh pedih siksa Allah bagi kasus suap ini, jika hasil suap itu
untuk memenuhi kebutuhan makanan, maka daging yang berasal dari hasil suap akan
dibakar oleh api neraka. Jika hasil suap itu digunakan untuk membeli harta
benda, maka harta itu harus dibopong dipundaknya diakhirat nanti. Jika mereka
menerimanya berupa kavling tanah maka sungguh tidak terbayangkan jika harus
membopong kavling tanah dipundak mereka.
Rasulullah saw bersabda: “Setiap daging yang tumbuh dari
usaha yang haram makaneraka lebih pantas baginya” (HR Ahmad)
Jika harta suap tersebut dinikmati oleh keluarganya, iapun
tetap harus mempertanggung jawabkan apa yang dimakan dan digunakan oleh
keluarganya, keluarganya tidak berdosa jika mereka tidak tahu bahwa itu harta
haram tetapi ikut berdosa jika tahu bahwa itu harta haram (dosa atas menikmati
harta haram bukan dosa sebagai penerima suap). Jika harta itu diinfaqkan kepada
mesjid, fakir miskin, panti Asuhan, dan lain-lain, hal ini tetap harus
dipertanggung-jawabkan. Dan Allah tidak menghargai bagusnya niat dan mulianya
tujuan, jika cara kerjanya diharamkan, menafkahkan harta haram tidak sah
menurut Islam. Sungguh suatu kedzaliman anak istri atau memberi infak keada
fakir miskin dengan harta haram.
2.
Dari Segi Perundang
Undangan
Dalam
undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 1980
Pasal 1
Yang
dimaksud dengan tindak pidana suap di dalam Undang-Undang ini adalah tindak
pidana suap diluar ketentuan peraturan perundang-undangan yang sudh ada.
Pasal
2
Barangsiapa
memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk
supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya,
yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan
umum, dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara selama-lamanya 5
(lima) tahun dan denda sebanyak-banyaknya
Rp.15.000.000,- (lima belas juta
rupiah).
Pasal
3
Barangsiapa
menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga
bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu
atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan
atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima
suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda
sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah).
Pasal
4
Apabila
tindak pidana tersebut dalam pasal 2 dan pasal 3 dilakukan diluar wilayah
Republik Indonesia, maka ketentuan dalam undang-undang ini berlaku juga
terhadapnya.
Pasal
5
Tindak
pidana dalam undang-undang ini merupakan kejahatan
Pasal
6
Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam lembaran Negara Repulik Indonesia.
D. Beda Hadiah Dengan Suap
Hadiah
dan suap; dua buah kata yang memiliki konotasi yang sangat berbeda, namun
sering kali kedua kata ini menjadi rancu dan kabur di masyarakat. Keduanya
sering dikonotasikan dengan satu makna; suap, Sebuah kata yang tidak sedap.
Sebuah musibah besar; Di negeri ini suap menyuap dianggap sebagai suatu hal
yang lumrah. Bahkan dalam urusan tertentu dianggap suatu keharusan, sebab tanpa
suap maka hamper dipastikan urusan akan jadi rumit dan berbelit. Ditambah lagi
korupsi yang juga sudah jadi pemandangan akrab. Nyaris di semua instansi; baik
pemerintah ataupun swasta, praktek haram ini kerap selalu terjadi. Padahal
jelas sekelai: praktek suap dan korupsi melanggar larangan hukum maupun agama.
Suap
dan hadiah memiliki perbedaan antara lain:
1. Suap
adalah pemberian yang diharamkan syari’at, sedangkan hadiah merupakan yang
dinjurkan syari’at.
2. Suap
diberikan dengan satu syarat yang disampaikan secara langsung atau tidak
langsung, sedangkan hadiah diberikan secara ikhlas tanpa syarat.
3. Suap
diberikan untuk mencari muka dan mempermudah hal bathil sedangkan hadiah untuk
silaturrahim dan kasih sayang.
4. Suap
dilakukan secara sembunyi-sembunyi berdasar tuntut menuntut, biasanya diberikan
dengan berat hati, sedang hadiah diberikan atas sifat kedermawanan.
5. Biasanya
suap diberikan sebelum suatu pekerjaan, sedang hadiah setelahnya.
E. Dampak Dari Suap
Tidaklah
suap berkembang pada komunitas manapun, melainkan kerusakan akan menyebar
kepadanya. Kepincangan sosial menjadi dominan. Demikian pula hati manusia
menjadi bercerai berai, stabilittas keamanan menjadi terancam, menumbuhkan
penghinaan (yang) mengarah kepada ahli kebenaran dan para pembela kebathilan
semakin meraja lela. Problematika ini, memunculkan bahaya di masyarakat, dan
individunya. Jadi suap termasuk perolehan harta yang keji. Pengaruh buruknya
begitu kuat terhadap individu dan masyarakat. (Fatwa Syeikh Fauzan, dalam Al
Muntaqa min Fatawa Syeikh Shalih Fauzan,3/261-262)
Syeikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah Bin Baaz (Mufti Saudi Arabia) pernah ditanya; “Apa yang terjadi pada masyarakat yang menjadi lahan subur praktek suap?. Beliau menjawab; “Tidak diragukan lagi, jika maksiat-maksiat nampak sedemikian jelas, niscaya akan mencerai beraikan masyarakat, dan memutus kasih sayang ditengah anggota (masyarakat), dan menyulut perseteruan dan permusuhan, enggan bekerja sama dalam kebaikan”.
Lalu beliau melanjutkan; “Yang termasuk pengaruh buruk suap dan maksiat lainnya, yaitu munculnya dan merajalelanya degradasi moral, redupnya cahaya akhlaq yang luhur, timbulnya saling mendzalimi antar individu.
Syeikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah Bin Baaz (Mufti Saudi Arabia) pernah ditanya; “Apa yang terjadi pada masyarakat yang menjadi lahan subur praktek suap?. Beliau menjawab; “Tidak diragukan lagi, jika maksiat-maksiat nampak sedemikian jelas, niscaya akan mencerai beraikan masyarakat, dan memutus kasih sayang ditengah anggota (masyarakat), dan menyulut perseteruan dan permusuhan, enggan bekerja sama dalam kebaikan”.
Lalu beliau melanjutkan; “Yang termasuk pengaruh buruk suap dan maksiat lainnya, yaitu munculnya dan merajalelanya degradasi moral, redupnya cahaya akhlaq yang luhur, timbulnya saling mendzalimi antar individu.
Suap
memiliki dampak negatif yang diantaranya adalah:
a. Dapat
menipiskan iman dan menyebabkan Allah murka serta membuat setan mudah
memperdaya manusia, dengan menjerumuskan manusia kedalam maksiat yang
lain.
b. Timbulnya
degradasi moral dan redupnya cahaya akhlak serta individu saling menzhalimi
antar individu.
F. Upaya Untuk Memberantas Suap
1. Solusi
individu dan masyarakat
a. Setiap
individu muslim hendaklah memperkuat ketakwaannya kepada Allah Swt.
b. Berusaha
menanamkan pada setiap diri sifat amanah dan menghadirkan ke dalam hati
besarnya dosa yang akan ditanggung oleh orang yang tidak menunaikan amanah.
c. Setiap
individu selalu belajar.
2. Solusi
untuk pemerintah
a. Jika
ingin membersihkan penyakit masyarakat ini hendaklah memulai dari mereka
sendiri.
b. Bekerjasama
dengan para da’i untuk menghidupkan ruh tauhid dan keimanan kepada Allah.
c. Memperhatikan
keahlian dan keamanahan dalam mengangkat pegawai.
d. Semua
pejabat seharusnya mencari enasehat dan orang terdekat yang shalih untuk menganjurkannya
berbuat baik dan mencegahnya dari kemungkaran.
G. Sanksi Hukum Tindak Pidana Suap
Dalam
syari’ah, orang yang memberi dan menerima sama-sama terlaknat dan tempat yang
cocok adalah neraka.
Adapun
sanksi hukum tindak pidana suap termaktub dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 1980 Tentang tindak pidana suap, yaitu:
Pasal 2: “Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah).”
Pasal 2: “Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah).”
Pasal
3: “Barangsiapa menerima sesuatu atau janji,
sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau
janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam
tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut
kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara
selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah).”
Selain
itu, sanksi tindak pidana suap juga disebutkan dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yaitu:
Pasal 5:
1. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua
ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara
negara tersebut berbuat atautidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang
bertentangan dengan kewajibannya; atau
b) Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
2. Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b,
dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 6:
1. Dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Setiap orang yang:
a) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud
untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;
atau
b) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk
menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat
yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan
untuk diadili.
2. Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 11:
Dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan
atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal
diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena
kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut
pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan
jabatannya.
Pasal 12:
Dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah), yaitu:
a) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah
atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
b) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan
sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
c) Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau
patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
d) Seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah
atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji
tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan,
berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
e) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan
menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar,
atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi
dirinya sendiri.
f) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu
menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut
mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan
utang.
g) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu
menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang,
seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal
tersebut bukan merupakan utang.
h) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu
menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak
pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan
orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut
bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, atau
i)
Pegawai negeri atau penyelenggara
negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam
pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan,
untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
Dalam KUHP juga disebutkan beberapa jenis
Undang-Undang tentang pidana Suap yang termaktub dalam pasal 209,418 dan 419
yaitu:
Pasal
209. : (1) Di hukum penjara selama-lamanya dua
tahun delapan bulan atau denda
sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-.
1e. Barang siapa memberi hadiah atau
perjanjian kepada seseorang pegawai negeri dengan maksud hendak membujuk dia, supaya
dalam pekerjaannya ia berbuat mengaalkan sesuatu apa yang bertentangan dengan
kewajibannya.
2e. Barang siapa memberi hadiah
kepada seorang pegawai negeri oleh sebab berhubungan dengan pegawai negeri itu
sudah membuat atau mengapalkan sesuatu apa yang dalam pekerjaannya yang
bertentangan dengan kewajibannya.[2]
Pasal
418. : Pegawai negeri yang menerima hadiah atau
perjanjian, sedang ia tahu atau patut dapat menyangka bahwa apa yang
dihadiahkan atau yang dijanjikan itu berhubungan dengan kekuasaan atau hak
karena jabatannya, atau menurut pikiran orang yang menghadiahkan atau yang
berjanji itu ada hubungan dengan jabatan maka akan dihukum penjara
selama-lamanya enam bulan atau sebanyak-banyaknya Rp. 4.5oo,-. (K.U.H.P.
35,36,92,209,419)
Pasal
419. : (1) Dengan hukuman penjara selama-lamanya
lima tahun dihukum pegawai negeri :
1e.
Yang menerima pemberian atau perjanjian, sedang ia tahu bahwa pemberian
atau perjanjian itu diberikan kepadanya untuk membujuknya supaya dalam
jabatannya melakukan atau mengapalkan sesuatu yang berlawanan dengan
kewajibannya.
2e.
Yang menerima pemberian sedang diketahuinya bahwa pemberian itu
diberikan kepadanya oleh karena atau berhubungan dengan apa yang telah dilkukan
atau dialpakan dalam jabatannya yang berlawanan dengan kewajibannya. ( K.U.H.P.
35,36,92,209,418)[3]
H. Kasus Suap Dalam Pemerintahan
Kasus suap sering terdapat dalam pemerintahan.
Contohnya dalam masalah pembangunan wisma atlet jakabaring Palembang yang
terkait acara SEA GAMES se Asia Tenggara. Dimana salah satu dari anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) di ponis sebagai tersangka tindak pidana korupsi dalam
bentuk suap.
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad
Nazaruddin adalah terdakwa kasus suap Wisma Atlet Jakabaring. Dia dituntut
hukuman penjara tujuh tahun dan denda Rp 300 juta subsider enam bulan penjara
dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 2 April lalu.
Tim jaksa penuntut umum pimpinan I kadek Wiradana menilai Nazar bersalah menerima suap. Nazar
mendatangi kantor pengadilan sekitar pukul 10.00 WIB. Mantan Bendahara Partai
Demokrat ini mengenakan kemeja biru dan celana hitam. Beberapa saat setelah
tiba, sidang pembacaan putusan dimulai oleh Ketua Majelis hakim
Dharmawatinengsih.
Jaksa Anang Supriyatna
"Menuntut agar majelis hakim pada Pengadilan Tipikor menyatakan terdakwa
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi
secara bersama-sama sesuai dakwaan kesatu yang diatur Pasal 12 huruf b
Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi," Hal yang memberatkan tuntutan, kata
jaksa, adalah perbuatan terdakwa membuat citra buruk Dewan Perwakilan Rakyat,
tidak memberi contoh teladan ke rakyat, tidak mendukung upaya pemerintah
memberantas korupsi dan malah memanfaatkan jabatannya untuk korupsi,
mempersulit jalannya sidang, dan ditengah penyidikan sempat kabur keluar
negeri. Mantan Bendahara Umum Partai Demoktrat Muhammad Nazaruddin rela apabila
semua hartanya disita oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, ia mengajukan
syarat, yaitu harus sesuai dengan prosedur yang berlaku. "Mau diambil
semua pun tidak ada masalah asalkan sesuai dengan mekanisme dan prosedur,"
kata terdakwa suap kasus Wisma Atlet, Jakabaring, ini di kantor Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi, Jumat, 20 April 2012. Nazar mengatakan KPK harus melihat
hartanya diperoleh dari mana. Kalau memang diperoleh dari cara yang tidak benar,
dia rela jika disita oleh negara.[4]
Di samping itu kasus suap baru ini saja terungkap dalam
pembahasan KPK pada oknum pemerintahan juga, Politikus
Partai Demokrat Angelina Sondakh alias Angie didakwa menerima suap Rp 12,58
miliar dan US$ 2,35 juta terkait penganggaran proyek Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan serta Kementerian Pemuda dan Olahraga tahun anggaran 2010-2011.
Dakwaan dibacakan tim jaksa penuntut umum pimpinan Agus Salim dalam persidangan
Angie di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 6 September 2012.
Terdakwa selaku anggota Dewan Perwakilan Rakyat menerima haddiah
sari permai group yang sebelumnya dijanjikan Mindo Rosalina Manulang, padahal
patut diketahui janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu sesuai jabatannya, ujar jaksa Agus saat membacakan dakwaan.
Angie, sapaan Angelina, dijerat tiga dakwaan, yang diatur Pasal
12 ayat 1 huruf a jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
jo Pasal 64 ayat 1 Kitab UU Hukum Pidana, Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 18 UU Tipikor
jo Pasal 64 ayat 1 KUHP, dan Pasal 11 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 64 ayat 1
KUHP. Karenanya, ia terancam hukuman maksimal dua puluh tahun penjara. Dalam
dakwaan, jaksa menyebut komisi diberikan agar Angie menggiring proyek di
sejumlah universitas yang anggarannya dialokasikan untuk Kementerian Pendidikan
dan Kebuadayaan dan program pengadaan sarana dan prasarana di Kementerian
Pemuda dan Olahraga. Selanjutnya proyek itu diberikan ke Group Permai yang
dimiliki bekas Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.
"Uang itu diberikan sebagai imbalan atau fee karena
terdakwa sebagai anggota Badan Anggaran DPR menyanggupi atau mengusahakan agar
anggaran proyek pada perguruan tinggi di Kemendikbud dan program pengadaan
sarana dan prasarana olehraga di Kemenpora dikerjakan Permai Grup atau pihak
lain yang berkaitan dengan Permai Grup," kata Agus. Angie, menurut jaksa,
setelah diangkat sebagai anggota Banggar diajak Nazar bertemu dengan dua
pegawai Grup Permai, Rosa dan Gerhana Sianipar, di Hotel Sultan, Jakarta
Selatan. Dalam pertemuan itu, Angie dan Rosa bertukar nomor telepon dan PIN
BlackBerry.
Pada awal 2010, Rosa menghubungi Angie dan mengajak bertemu
Putri Indonesia 2001 itu di kawasan Permata Hijau. Di sana, Rosa mempertanyakan
kesanggupan Angie menggiring anggaran proyek Wisma Atlet Jakabaring dan proyek
di enam belas universitas ke Grup Permai. Tawaran Rosa disanggupi Angie, dengan
syarat proyek universitas disertai usulan dari masing-masing kampus. Usulan itu
nantinya yang akan dibahas dalam rapat Badan Anggaran DPR.[5]
I. Kasus Suap Dalam Penerimaan Mahasiswa Baru
Kasus suap juga sering terjadi dalam proses
penerimaan mahasiswa baru. Contohnya penerimaan mahasiswa baru di Program
Pendidikan Kedokteran Universitas Cenderawasih (Uncen). Mahasiswa yang diterima
di program elit itu jumlahnya sangat terbatas. Setiap tahun yang diterima hanya
satu kelas, atau sekitar 50 orang saja. Namun, pada tahun akademik 2007/2008
ini akan diterima sekitar 70 orang. Meski begitu, namun ada sejumlah
informasi bahwa setiap mahasiswa
baru yang akan diterima di program pendidikan dokter ini diwajibkan membayar
biaya (menyogok) sekitar Rp 40 juta – Rp 50 juta setiap orang. Bahkan, beberapa
pegawai dosen dan pegawai Uncen sendiri mengakui adanya informasi sogok
tersebut. Ada yang menyebutkan setiap siswa dimintai Rp 40 juta, ada juga
mengatakan Rp 50 juta setiap orang. Contoh lain
salah satu Universitas ternama di indonesia juga terjadi kasus suap
tersebut. Sejumlah 34 ribu lulusan sekolah menengah atas berjibaku
memperebutkan 4.000 kursi mahasiswa. Ini berarti 60 persen dari total kursi
yang tersedia. Persyaratan ujian masuk tak rumit. Asalkan lolos ujian tulis dan
bersedia membayar mahal. Bahkan ada yang rela membayar Rp 125 juta hanya untuk
uang masuk Fakultas Kedokteran. Walaupun selain jalur, mahasiswa yang masuk
melalui jalur Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru dengan uang masuk Rp 5 juta juga
akan mengalami kesulitan di masa studinya kelak.[6]
J. Analisis Kasus
Kasus suap penerimaan mahasiswa baru ini telah
menjalar ke semua universitas negeri di Indonesia ini. Persaingan yang terjadi
bukanlah antara calon mahasiswa tetapi telah menjadi persaingan kekayaan orang
tua calon mahasiswa.
Adapun penyebab terjadinya kasus ini adalah
kebodohan terhadap syariat Islam yang hanif ini, sehingga banyak perintah yang ditinggalkan,
dan ironisnya banyak larangan yang dikerjakan. Selain itu, tidak adanya sifat
amanah dan kurang tegasnya hukum yang berlaku menyebabkan kasus ini semakin
bertambah. Adapun faktor lain yang menyebabkan kasus di atas adalah masyarakat
memulai meremehkan larangan-larangan Islam. Mereka menganggap halal apa yang
diharamkan dengan alasan yang menurut mereka itu benar. Kemudian turunnya
suasana keintelektualan membuat orang lebih suka mengandalkan kemampuan
financial daripada intelektual.
Adapun solusi untuk kasus-kasus suap yang
terjadi yaitu:
Pertama: Solusi untuk individu dan
masyarakat.
1. Setiap individu muslim hendaklah memperkuat ketakwaannya
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Takwa merupakan wasiat Allah Subhanahu wa
Ta’ala untuk umat yang terdahulu dan yang kemudian. Dengan taqwa ia mengetahui.
perintah-Nya lalu melaksanakannya, dan
mengetahui larangan-Nya lalu menjauhinya.
2. Berusaha menanamkan pada setiap diri sifat amanah, dan
menghadirkan ke dalam hati besarnya dosa yang akan ditanggung oleh orang yang
tidak menunaikan amanah. Dalam hat ini, peran agama memiliki pengaruh sangat
besar, yaitu dengan penanaman akhlak yang mulia.
3. Setiap individu selalu belajar memahami rizki dengan benar.
Bahwa membahagiakan diri dengan harta bukanlah dengan cara yang diharamkan
Allah Subhanahu wa Ta’ala, akan tetapi dengan mencari rizki yang halal dan
hidup dengan qana’ah, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberi berkah
pada hartanya, dan Ia dapat berbahagia dengan harta tersebut.
4. . Menghadirkan ke dalam hati, bahwa di balik penghidupan ini
ada kehidupan yang kekal, dan setiap orang akan diminta pertanggungjawabannya
di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semua perbuatan manusia akan ditanya oleh
Allah Swt tentang hartanya, dari mana enkau mendapattkannya, dan kemana engkau
habiskan.
Kedua: Solusi Untuk Ulil Amri
(Pemerintah).
1. Jika ingin membersihkan penyakit masyarakat ini, hendakah
memulai dari mereka sendiri. Pepatah Arab mengatakan, rakyat mengikuti agama
rajanya. Jika rajanya baik, maka masyarakat akan mengikutinya, dan sebaliknya.
2. . Bekerjasama dengan para da’i untuk menghidupkan ruh tauhid
dan keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika tauhid telah lurus dan iman
telah benar, maka, semuanya akan berjalan sesuai yang diinginkan oleh setiap
diri seorang muslim.
3. Jika mengangkat seorang pejabat atau pegawai, hendaklah
mengacu kepada dua syarat, yaitu keahlian, dan amanah. Jika kurang salah satu
dari dua syarat tersebut, tak mustahil terjadi kerusakan kemudian memberi
hukuman sesuai dengan syariat bagi yang melanggarnya.
4. Semua pejabat pemerintah seharusnya mencari penasihat dan
bithanah (orang dekat) yang shalih, yang menganjurkannya untuk berbuat baik,
dan mencegahnya dari berbuat buruk. Seiring dengan itu, Ia juga menjauhi
bithanah yang thalih (salah).
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
ü
“Ar-Risywah (suap) adalah sesuatu
yang diberikan kepada penegak hukum untuk menggagalkan perkara yang benar atau
mewujudkan perkara yang bathil (tidak benar)”.
ü cakupan suap adalah (1) Setiap orang, (2) memberi sesuatu, (3)
kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, (4) karena atau berhubungan
dengan sesuatu yang bertentagan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilkukan
dalam jabatannya.
ü Tindak Pidana Suap dijelaskan dalam Undang-Undang No. 11 Th.
1980 dan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi.
ü Suap
memiliki dampak negatif yang diantaranya adalah:
a) Dapat
menipiskan iman dan menyebabkan Allah murka serta membuat setan mudah
memperdaya manusia, dengan menjerumuskan manusia kedalam maksiat yang lain.
b) Timbulnya
degradasi moral dan redupnya cahaya akhlak serta individu saling menzhalimi
antar individu
2. Kritik dan Saran
v Hendaklah setiap individu mementingkan
adanya Norma-Norma Hukam yang belaku dalam negara ini agar terciptanya
pemerintahan yang adil dan sejahtera.
v Jika kita ingin memberantas
penyakit para masyarakat ini setidaknya pemerintahanan agar legih tegas dan
tangkas dalam menangani Kasus Suap yang terjadi dalam negeri ini dan kita harus
terus mendukung kerja keras Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
v Kepada pemuda generasi harapan
bangsa harus mampu membawa dan menjunjung tinggi moralitas bangsa ini kepada
yang lebih baik.
DAPTAR PUSTAKA
Syafi’i, Rahmat, Al-Hadis (Aqidah, Akhlaq,
Sosial, dan Hukum), Bandung, Pustaka Setia, 2000
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor, Politeia,
1994
hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_11_80.htm
www.tempo.co/read/news/2012/09/.../Angie-Didakwa-Terima-Suap
[1] . Rahmat Syafi’i,
Al-Hadis (Aqidah, Akhlaq, Sosial, dan Hukum), Bandung: Pustaka Setia,
2000. hal. 151
[2] . R. Soesilo, Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Bogor: Politeia, 1994. hal. 165
[3] . Ibid., hal.
284
[4] .
WWW.tempo.co/read/news/2012/.../Nazar-Rela-Hartanya-Disita-KPK
[6] .
WWW.bacain.com/s/Contoh-Ksus-tindak-pidana-suap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar