Jinayah Siyasah Angkatan 2011

Foto saya
Medan, Sumatera Utara, Indonesia
Terbentuknya sarjana Ilmu syari’ah (sarjana hukum Islam) yang bertakwa kepada Allah SWT memiliki keahlian di bidang ketatanegaraan dan pidana Islam, sebagai praktisi dalam bidang hukum dan ketatanegaraan, dan meggunakan hukum sebagai sarana untuk memecahkan masalah ketatanegaraan dan pidana Islam dengan bijaksana berdasarkan prinsip hukum.

Jumat, 07 Desember 2012

Penegakan Hukum Tentang Tindak Pidana Suap


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis telah panjatkan ats kehadiran Tuhan Yang Mahaa Esa, sang Pencipta alam semesta , manusia , dan kehedupan beserta seperangkat aturan-Nya, karena berkat limpahan rahmat, taufiq,  hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan tema “Penegakan Hukum Tentang Tindak Pidana Suap” yang sederhana ini dapat terselesaikan tidak kurang dari pada waktunya.

            Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini tidaklah lain untuk memenuhi salah satu dari sekian kewajiban mata kuliah Management Operasional serta merupakan bentuk langsung tanggung jawab penulis pada tugas yang diberikan.

            Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bpk Burhanuddin, S.H,. M.H. selaku dosen mata kuliah Hukum positif serta semua pihak yang telah mensupport penyelesaian makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

            Demikian pengantar yang dapat penulis sampaikan dimana penulis pun sadar bahwasanya penulis hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Tuhan Azza Wajalla hingga dalam penulisan dan penyusunannya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,kritik dan saran yang konstruktif akan senaniasa penulis nanti dalam evaluasi diri.

Akhirnya penulis hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidak sempurnaan penulisan dan penyusunan makalah ini adalah  ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca, dan bagi seluruh mahasiswa-mahasiswi Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara. Amin ya Robbal’alamin.

                                                                                    Medan, 10 November 2012
                                                                                         Penulis




DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah ................................................................................................1
B.     Rumuan Masalah ...........................................................................................................1
C.     Tujuan Penulisan ...........................................................................................................1
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Suap ............................................................................................................2
B.     Penyuap dan Penerima Suap .........................................................................................3
C.     Dasar Hukum Tindak Pidana Suap
ü  Dari segi agama ...............................................................................................4
ü  Dari segi perundang-undangan ........................................................................5
D.    Bedah Hadiah Dengan Suap ........................................................................................6
E.     Dampak Dari Suap ......................................................................................................7
F.      Upaya Untuk Memberantas Suap
ü  Solusi individu dan masyarakat .......................................................................8
ü  Solusi untuk pemerintah ..................................................................................8
G.    Sanksi Hukum Tindak Pidana Suap ............................................................................8
H.    Kasus Suap Dalam Pemerintahan ..............................................................................12
I.       Kasus Suap Dalam Penerimaan Mahasiswa Baru .....................................................14
J.       Analisis Kasus ...........................................................................................................15
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan ...............................................................................................................17
B.     Kritik dan Saran ........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Permasalahan harta, seakan-akan sebuah permasalahan yang tidak berkesudahan. Sebagai seorang muslim yang menghadirkan akhirat ke dalam kehidupannya, tentu tidak menganggap permasalahan ini sepele atau terlampau menyempitkan ruang geraknya dalam mencari rizki. Sebab bagaimanapun juga, kita tetap butuh harta sebagai bekal dan tetap waspada.
                    Akhir-akhir ini masalah suap semakin sering diperbincangkan seiring semakin bertambahnya kasus suap yang terjadi. Dalam praktik sehari-hari, suap-menyuap sudah begitu menyebar ke berbagai sendi kehidupan. Suap-menyuap tidak hanya dilakukan rakyat kepada pejabat negara (pegawai negeri) dan para penegak hukum, tetapi juga terjadi sebaliknya. Pihak penguasa atau calon penguasa tidak jarang melakukan sedekah politik (suap) kepada tokoh-tokoh masyarakat dan rakyat agar memilihnya, mendukung keputusan politik, dan kebijakan-kebijakannya. Dalam makalah ini akan diulas dengan detail mengenai suap menyuap, sekaligus mengangkat salah satu kasus suap yang terjadi pada saat penerimaan mahasiswa baru.
B.     Rumusan Masalah
Untuk memudahkan penyusunan dan pemahaman makalah ini, maka kami susun beberapa rumusan masalah, yaitu:
1.      Apakah pengertian suap?
2.      Siapakah penyuap dan penerima suap itu?
3.      Bagaimana dasar hukum tindak pidana suap?
4.      Apakah sanksi tindak pidana suap?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar kita mengetahui pengertian suap menyuap dan bentuk-bentuk pelaksanaannya.

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Suap
Secara Istilah (kamus Bahasa Indonesia) Suap adalah memberi uang dan sebagainya kepada petugas (pegawai), dengan harapan mendapatkan kemudahan dalam suatu urusan, sedangkan secara istilah dalam islam disebut Ar-Risywah, Menurut Al-Mula Ali Al-Qari rahimahullah.
“Ar-Risywah (suap) adalah sesuatu yang diberikan kepada penegak hukum untuk menggagalkan perkara yang benar atau mewujudkan perkara yang bathil (tidak benar)”.[1]
Suap, disebut juga dengan sogok atau memberi uang pelicin. Secara istilah adalah memberi uang dan sebagainya kepada petugas (pegawai), dengan harapan mendapatkan kemudahan dalam suatu urusan.
Dalam buku saku memahami tindak pidan korupsi “Memamahami untuk Membasmi” yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijelaskan bahwa cakupan suap adalah (1) Setiap orang, (2) memberi sesuatu, (3) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, (4) karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentagan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilkukan dalam jabatannya.
Suap juga bisa berarti setiap harta yang diberikan kepada pejabat atas suatu kepentingan, padahal semestinya urusan tersebut tanpa pembayaran. Sedangkan dalam fikih, suap atau risywah cakupannya lebih luas. Sebagaimana dikatakan Ali ibn Muhammad Al Jarjuni dalam kitab Ta’rifat, Beirut (1978), suap adalah sesuatu yang diberikan untuk menyalahkan yang benar atau membenarkan yang salah.
 Dalam Undang-Undang No. 11 Th. 1980 tentang tindak pidana suap dijelaskan bahwa tindak pidana suap memiliki dua pengertian, yaitu:
1.      Memberi atau menjanjikan sesuatu dengan maksud membujuk agar seseorang berlawanan dengan kewenangan/kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum.
2.      Menerima sesuatu atau janji yang diketahui dimaksudkan agar si penerima melawan kewenangan/kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum.
            Dr. Yusuf Qordhawi mengatakan, bahwa suap adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang yang memiliki kekuasaan atau jabatan apapun untuk menyukseskan perkaranya dengan mengalahkan lawannya sesuai dengan yang diinginkan atau memberikan peluang kepadanya (seperti tender) atau menyingkirkan musuhnya. Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa suap adalah memberi sesuatu, baik uang maupun barang kepada seseorang agar melakukan sesuatu bagi si pemberi suap yang bertentangan dengan kewajibannya, baik permintaan itu dilaksanakan ataupun tidak dilaksanakan. Dari sini dapat dipahami bahwa suap adalah sebuah tindakan yang mengakibatkan sakit atau kerugian di pihak lain.
Dalam konteks sistem, suap terjadi karena mekanisme yang ada dalam proses kebijakan memiliki celah-celah. Argumentasi yang dikemukakan tiap pihak mentah karena apa yang dipikirkan hanyalah kepentingan golongan masing-masing. Di satu sisi, parlemen sudah kurang peduli terhadap konstituen dan rakyatnya, di sisi lain penyuap merasa prosedur birokrasi yang ada terlalu membebani, tidak realistis, dan sering mengada-ada.
Suap terjadi akibat ketidakpercayaan dan keengganan terhadap demokrasi yang bisa melahirkan kehidupan publik yang lebih sehat. Suap juga terjadi akibat prasangka negatif bahwa segala jalan bisa ditempuh asalkan tujuan tercapai. Akibatnya, walaupun dalam proses demokrasi sekalipun yang tampak di depan mata, di dalamnya publik jarang.
Adapun pemberian suap ini dilakukan melalui tiga cara, yaitu:
1.    Uang dibayar setelah selesai keperluan dengan sempurna, dengan hati senang, tanpa penundaan pemalsuan, penambahan atau pengurangan, atau pengutamaan seseorang atas yang lainnya.
2.    Uang dibayar melalui permintaan, baik langsung maupun dengan isyarat atau dengan berbagi macam cara yang dapat dipahami bahw si pemberi mengnginkan sesuatu.
3.    Uang dibayar sebagai hasil dari selesainya pekerjaan resmi yang ditentukan si pemberi uang.

B.     Penyuap Dan Penerima Suap
Dalam bahasa syari’ah penyuap disebut dengan Ar-Rasyi yaitu orang yang menyuap. Sedangkan orang yang disuap disebut Al-Murtasyi.
Penyuap adalah orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan dan wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya. Selain itu seseorang dianggap sebagai pemberi suap apabila memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili. Setiap orang yang memberi sesuatu kepada pegawai setelah ia menjabat atau diangkat menjadi pegawai pada sebuah instansi dengan tujuan mengambil hatinya tanpa hak, baik untuk kepentingan sekarang maupun untuk masa akan datang, yaitu dengan menutup mata terhadap syarat yang ada untuknya, dan atau memalsukan data, atau mengambil hak orang lain, atau mendahulukan pelayanan kepadanya daripada orang yang lebih berhak, atau memenangkan perkaranya, dan sebagainya adalah orang yang memberi suap.
            Sedangkan penerima suap adalah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.
Setiap orang yang menerima hadiah atau janji dengan maksud untuk melakukan sesuatu bagi si pemberi suap yang bertentangan dengan kewajibannya, baik permintaan itu dilaksanakan ataupun tidak dilaksanakan, atau menyukseskan perkaranya dengan mengalahkan lawannya sesuai dengan yang diinginkan atau memberikan peluang kepadanya (seperti tender) atau menyingkirkan musuhnya adalah penerima suap.
            Dengan demikian dapat dipahami bahwa orang yang menerima suap adalah orang yang memberikan rekomendasi bagi orang lain setelah orang itu memberikan sesuatu kepadanya.Baik orang yang memberi ataupun yang menerima suap, sama-sama mendapatkan hukuman karena dengan melakukan suap tersebut kedua belah pihak telah merugikan pihak lain.
C.    Dasar Hukum Tindak Pidana Suap
1.      Dari segi agama
Termasuk makan harta orang lain dengan cara batil ialah menerima suap. Yaitu uang yang diberikan kepada penguasa atau pegawai, supaya penguasa atau pegawai tersebut menjatuhkan hukum yang menguntungkannya, atau hukum yang merugikan lawannya menurut kemauannya, atau supaya didahulukannya urusannya atau ditunda karena ada suatu kepentingan dan seterusnya. Islam mengharamkan seorang Islam menyuap penguasa dan pembantu-pembantunya. Begitu juga penguasa dan pembantu-pembantunya ini diharamkan menerima uang suap tersebut.
Selain itu dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad Rasulullah saw melaknat penyuap, penerima suap dan orang yang menyaksikan penyuapan. Sungguh pedih siksa Allah bagi kasus suap ini, jika hasil suap itu untuk memenuhi kebutuhan makanan, maka daging yang berasal dari hasil suap akan dibakar oleh api neraka. Jika hasil suap itu digunakan untuk membeli harta benda, maka harta itu harus dibopong dipundaknya diakhirat nanti. Jika mereka menerimanya berupa kavling tanah maka sungguh tidak terbayangkan jika harus membopong kavling tanah dipundak mereka.
Rasulullah saw bersabda: “Setiap daging yang tumbuh dari usaha yang haram makaneraka lebih pantas baginya” (HR Ahmad)
Jika harta suap tersebut dinikmati oleh keluarganya, iapun tetap harus mempertanggung jawabkan apa yang dimakan dan digunakan oleh keluarganya, keluarganya tidak berdosa jika mereka tidak tahu bahwa itu harta haram tetapi ikut berdosa jika tahu bahwa itu harta haram (dosa atas menikmati harta haram bukan dosa sebagai penerima suap). Jika harta itu diinfaqkan kepada mesjid, fakir miskin, panti Asuhan, dan lain-lain, hal ini tetap harus dipertanggung-jawabkan. Dan Allah tidak menghargai bagusnya niat dan mulianya tujuan, jika cara kerjanya diharamkan, menafkahkan harta haram tidak sah menurut Islam. Sungguh suatu kedzaliman anak istri atau memberi infak keada fakir miskin dengan harta haram.
2.      Dari Segi Perundang Undangan 
Dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 1980
Pasal 1
Yang dimaksud dengan tindak pidana suap di dalam Undang-Undang ini adalah tindak pidana suap diluar ketentuan peraturan perundang-undangan yang sudh ada.
Pasal 2
Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun dan denda sebanyak-banyaknya   Rp.15.000.000,-  (lima belas juta rupiah).
Pasal 3
Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah).
Pasal 4
Apabila tindak pidana tersebut dalam pasal 2 dan pasal 3 dilakukan diluar wilayah Republik Indonesia, maka ketentuan dalam undang-undang ini berlaku juga terhadapnya.
Pasal 5
Tindak pidana dalam undang-undang ini merupakan kejahatan
Pasal 6
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam lembaran Negara Repulik Indonesia.
D.    Beda Hadiah Dengan Suap
Hadiah dan suap; dua buah kata yang memiliki konotasi yang sangat berbeda, namun sering kali kedua kata ini menjadi rancu dan kabur di masyarakat. Keduanya sering dikonotasikan dengan satu makna; suap, Sebuah kata yang tidak sedap. Sebuah musibah besar; Di negeri ini suap menyuap dianggap sebagai suatu hal yang lumrah. Bahkan dalam urusan tertentu dianggap suatu keharusan, sebab tanpa suap maka hamper dipastikan urusan akan jadi rumit dan berbelit. Ditambah lagi korupsi yang juga sudah jadi pemandangan akrab. Nyaris di semua instansi; baik pemerintah ataupun swasta, praktek haram ini kerap selalu terjadi. Padahal jelas sekelai: praktek suap dan korupsi melanggar larangan hukum maupun agama.


Suap dan hadiah memiliki perbedaan antara lain:
1.      Suap adalah pemberian yang diharamkan syari’at, sedangkan hadiah merupakan yang dinjurkan syari’at.
2.      Suap diberikan dengan satu syarat yang disampaikan secara langsung atau tidak langsung, sedangkan hadiah diberikan secara ikhlas tanpa syarat.
3.      Suap diberikan untuk mencari muka dan mempermudah hal bathil sedangkan hadiah untuk silaturrahim dan kasih sayang.
4.      Suap dilakukan secara sembunyi-sembunyi berdasar tuntut menuntut, biasanya diberikan dengan berat hati, sedang hadiah diberikan atas sifat kedermawanan.
5.      Biasanya suap diberikan sebelum suatu pekerjaan, sedang hadiah setelahnya.
E.     Dampak Dari Suap
Tidaklah suap berkembang pada komunitas manapun, melainkan kerusakan akan menyebar kepadanya. Kepincangan sosial menjadi dominan. Demikian pula hati manusia menjadi bercerai berai, stabilittas keamanan menjadi terancam, menumbuhkan penghinaan (yang) mengarah kepada ahli kebenaran dan para pembela kebathilan semakin meraja lela. Problematika ini, memunculkan bahaya di masyarakat, dan individunya. Jadi suap termasuk perolehan harta yang keji. Pengaruh buruknya begitu kuat terhadap individu dan masyarakat. (Fatwa Syeikh Fauzan, dalam Al Muntaqa min Fatawa Syeikh Shalih Fauzan,3/261-262)
Syeikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah Bin Baaz (Mufti Saudi Arabia) pernah ditanya; “Apa yang terjadi pada masyarakat yang menjadi lahan subur praktek suap?. Beliau menjawab; “Tidak diragukan lagi, jika maksiat-maksiat nampak sedemikian jelas, niscaya akan mencerai beraikan masyarakat, dan memutus kasih sayang ditengah anggota (masyarakat),
dan menyulut perseteruan dan permusuhan, enggan bekerja sama dalam kebaikan”.
Lalu beliau melanjutkan; “Yang termasuk pengaruh buruk suap dan maksiat lainnya, yaitu munculnya dan merajalelanya degradasi moral, redupnya cahaya akhlaq yang luhur, timbulnya saling mendzalimi antar individu. 
Suap memiliki dampak negatif yang diantaranya adalah:
a.       Dapat menipiskan iman dan menyebabkan Allah murka serta membuat setan mudah memperdaya manusia, dengan menjerumuskan manusia kedalam maksiat yang lain.              
b.      Timbulnya degradasi moral dan redupnya cahaya akhlak serta individu saling menzhalimi antar individu.

F.     Upaya Untuk Memberantas Suap
1.      Solusi individu dan masyarakat
a.       Setiap individu muslim hendaklah memperkuat ketakwaannya kepada Allah Swt.
b.      Berusaha menanamkan pada setiap diri sifat amanah dan menghadirkan ke dalam hati besarnya dosa yang akan ditanggung oleh orang yang tidak menunaikan amanah.
c.       Setiap individu selalu belajar.
2.      Solusi untuk pemerintah
a.       Jika ingin membersihkan penyakit masyarakat ini hendaklah memulai dari mereka sendiri.
b.      Bekerjasama dengan para da’i untuk menghidupkan ruh tauhid dan keimanan kepada Allah.
c.       Memperhatikan keahlian dan keamanahan dalam mengangkat pegawai.
d.      Semua pejabat seharusnya mencari enasehat dan orang terdekat yang shalih untuk menganjurkannya berbuat baik dan mencegahnya dari kemungkaran.

G.    Sanksi Hukum Tindak Pidana Suap
Dalam syari’ah, orang yang memberi dan menerima sama-sama terlaknat dan tempat yang cocok adalah neraka.
Adapun sanksi hukum tindak pidana suap termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1980 Tentang tindak pidana suap, yaitu: 
Pasal 2: “Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun dan denda sebanyak-banyaknya  Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah).”
Pasal 3: “Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya  Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah).”
            Selain itu, sanksi tindak pidana suap juga disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yaitu:
Pasal 5:
1.      Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a)      Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atautidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b)      Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
2.      Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 6:
1.       Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15      (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Setiap orang yang:
a)     Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau
b)     Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
2.      Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 11:
      Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
Pasal 12:
      Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah), yaitu:
a)      Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
b)      Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
c)      Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
d)     Seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
e)      Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
f)       Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.
g)      Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.
h)      Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan  dengan peraturan perundang-undangan, atau
i)        Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
Dalam KUHP juga disebutkan beberapa jenis Undang-Undang tentang pidana Suap yang termaktub dalam pasal 209,418 dan 419 yaitu:
Pasal 209. : (1) Di hukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda  sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-.
1e. Barang siapa memberi hadiah atau perjanjian kepada seseorang pegawai negeri dengan           maksud hendak membujuk dia, supaya dalam pekerjaannya ia berbuat mengaalkan sesuatu apa yang bertentangan dengan kewajibannya.
2e. Barang siapa memberi hadiah kepada seorang pegawai negeri oleh sebab berhubungan dengan pegawai negeri itu sudah membuat atau mengapalkan sesuatu apa yang dalam pekerjaannya yang bertentangan dengan kewajibannya.[2]
Pasal 418. : Pegawai negeri yang menerima hadiah atau perjanjian, sedang ia tahu atau patut dapat menyangka bahwa apa yang dihadiahkan atau yang dijanjikan itu berhubungan dengan kekuasaan atau hak karena jabatannya, atau menurut pikiran orang yang menghadiahkan atau yang berjanji itu ada hubungan dengan jabatan maka akan dihukum penjara selama-lamanya enam bulan atau sebanyak-banyaknya Rp. 4.5oo,-. (K.U.H.P. 35,36,92,209,419)
Pasal 419. : (1) Dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun dihukum pegawai negeri :
1e.  Yang menerima pemberian atau perjanjian, sedang ia tahu bahwa pemberian atau perjanjian itu diberikan kepadanya untuk membujuknya supaya dalam jabatannya melakukan atau mengapalkan sesuatu yang berlawanan dengan kewajibannya.
2e.  Yang menerima pemberian sedang diketahuinya bahwa pemberian itu diberikan kepadanya oleh karena atau berhubungan dengan apa yang telah dilkukan atau dialpakan dalam jabatannya yang berlawanan dengan kewajibannya. ( K.U.H.P. 35,36,92,209,418)[3]

H.    Kasus Suap Dalam Pemerintahan
Kasus suap sering terdapat dalam pemerintahan. Contohnya dalam masalah pembangunan wisma atlet jakabaring Palembang yang terkait acara SEA GAMES se Asia Tenggara. Dimana salah satu dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di ponis sebagai tersangka tindak pidana korupsi dalam bentuk suap.
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin adalah terdakwa kasus suap Wisma Atlet Jakabaring. Dia dituntut hukuman penjara tujuh tahun dan denda Rp 300 juta subsider enam bulan penjara dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 2 April lalu. Tim jaksa penuntut umum pimpinan I kadek Wiradana  menilai Nazar bersalah menerima suap. Nazar mendatangi kantor pengadilan sekitar pukul 10.00 WIB. Mantan Bendahara Partai Demokrat ini mengenakan kemeja biru dan celana hitam. Beberapa saat setelah tiba, sidang pembacaan putusan dimulai oleh Ketua Majelis hakim Dharmawatinengsih.
 Jaksa Anang Supriyatna "Menuntut agar majelis hakim pada Pengadilan Tipikor menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sesuai dakwaan kesatu yang diatur Pasal 12 huruf b Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi," Hal yang memberatkan tuntutan, kata jaksa, adalah perbuatan terdakwa membuat citra buruk Dewan Perwakilan Rakyat, tidak memberi contoh teladan ke rakyat, tidak mendukung upaya pemerintah memberantas korupsi dan malah memanfaatkan jabatannya untuk korupsi, mempersulit jalannya sidang, dan ditengah penyidikan sempat kabur keluar negeri. Mantan Bendahara Umum Partai Demoktrat Muhammad Nazaruddin rela apabila semua hartanya disita oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, ia mengajukan syarat, yaitu harus sesuai dengan prosedur yang berlaku. "Mau diambil semua pun tidak ada masalah asalkan sesuai dengan mekanisme dan prosedur," kata terdakwa suap kasus Wisma Atlet, Jakabaring, ini di kantor Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jumat, 20 April 2012. Nazar mengatakan KPK harus melihat hartanya diperoleh dari mana. Kalau memang diperoleh dari cara yang tidak benar, dia rela jika disita oleh negara.[4]
Di samping itu kasus suap baru ini saja terungkap dalam pembahasan KPK pada oknum pemerintahan juga, Politikus Partai Demokrat Angelina Sondakh alias Angie didakwa menerima suap Rp 12,58 miliar dan US$ 2,35 juta terkait penganggaran proyek Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Pemuda dan Olahraga tahun anggaran 2010-2011. Dakwaan dibacakan tim jaksa penuntut umum pimpinan Agus Salim dalam persidangan Angie di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 6 September 2012.
Terdakwa selaku anggota Dewan Perwakilan Rakyat menerima haddiah sari permai group yang sebelumnya dijanjikan Mindo Rosalina Manulang, padahal patut diketahui janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu sesuai jabatannya, ujar jaksa Agus saat membacakan dakwaan.
Angie, sapaan Angelina, dijerat tiga dakwaan, yang diatur Pasal 12 ayat 1 huruf a jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 Kitab UU Hukum Pidana, Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 64 ayat 1 KUHP, dan Pasal 11 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Karenanya, ia terancam hukuman maksimal dua puluh tahun penjara. Dalam dakwaan, jaksa menyebut komisi diberikan agar Angie menggiring proyek di sejumlah universitas yang anggarannya dialokasikan untuk Kementerian Pendidikan dan Kebuadayaan dan program pengadaan sarana dan prasarana di Kementerian Pemuda dan Olahraga. Selanjutnya proyek itu diberikan ke Group Permai yang dimiliki bekas Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.
"Uang itu diberikan sebagai imbalan atau fee karena terdakwa sebagai anggota Badan Anggaran DPR menyanggupi atau mengusahakan agar anggaran proyek pada perguruan tinggi di Kemendikbud dan program pengadaan sarana dan prasarana olehraga di Kemenpora dikerjakan Permai Grup atau pihak lain yang berkaitan dengan Permai Grup," kata Agus. Angie, menurut jaksa, setelah diangkat sebagai anggota Banggar diajak Nazar bertemu dengan dua pegawai Grup Permai, Rosa dan Gerhana Sianipar, di Hotel Sultan, Jakarta Selatan. Dalam pertemuan itu, Angie dan Rosa bertukar nomor telepon dan PIN BlackBerry.
Pada awal 2010, Rosa menghubungi Angie dan mengajak bertemu Putri Indonesia 2001 itu di kawasan Permata Hijau. Di sana, Rosa mempertanyakan kesanggupan Angie menggiring anggaran proyek Wisma Atlet Jakabaring dan proyek di enam belas universitas ke Grup Permai. Tawaran Rosa disanggupi Angie, dengan syarat proyek universitas disertai usulan dari masing-masing kampus. Usulan itu nantinya yang akan dibahas dalam rapat Badan Anggaran DPR.[5]
I.       Kasus Suap Dalam Penerimaan Mahasiswa Baru
Kasus suap juga sering terjadi dalam proses penerimaan mahasiswa baru. Contohnya penerimaan mahasiswa baru di Program Pendidikan Kedokteran Universitas Cenderawasih (Uncen). Mahasiswa yang diterima di program elit itu jumlahnya sangat terbatas. Setiap tahun yang diterima hanya satu kelas, atau sekitar 50 orang saja. Namun, pada tahun akademik 2007/2008 ini akan diterima sekitar 70 orang. Meski begitu, namun ada sejumlah
informasi bahwa setiap mahasiswa baru yang akan diterima di program pendidikan dokter ini diwajibkan membayar biaya (menyogok) sekitar Rp 40 juta – Rp 50 juta setiap orang. Bahkan, beberapa pegawai dosen dan pegawai Uncen sendiri mengakui adanya informasi sogok tersebut. Ada yang menyebutkan setiap siswa dimintai Rp 40 juta, ada juga mengatakan Rp 50 juta setiap orang. Contoh lain  salah satu Universitas ternama di indonesia juga terjadi kasus suap tersebut. Sejumlah 34 ribu lulusan sekolah menengah atas berjibaku memperebutkan 4.000 kursi mahasiswa. Ini berarti 60 persen dari total kursi yang tersedia. Persyaratan ujian masuk tak rumit. Asalkan lolos ujian tulis dan bersedia membayar mahal. Bahkan ada yang rela membayar Rp 125 juta hanya untuk uang masuk Fakultas Kedokteran. Walaupun selain jalur, mahasiswa yang masuk melalui jalur Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru dengan uang masuk Rp 5 juta juga akan mengalami kesulitan di masa studinya kelak.[6]
J.      Analisis Kasus
Kasus suap penerimaan mahasiswa baru ini telah menjalar ke semua universitas negeri di Indonesia ini. Persaingan yang terjadi bukanlah antara calon mahasiswa tetapi telah menjadi persaingan kekayaan orang tua calon mahasiswa.
Adapun penyebab terjadinya kasus ini adalah kebodohan terhadap syariat Islam yang hanif ini, sehingga banyak perintah yang ditinggalkan, dan ironisnya banyak larangan yang dikerjakan. Selain itu, tidak adanya sifat amanah dan kurang tegasnya hukum yang berlaku menyebabkan kasus ini semakin bertambah. Adapun faktor lain yang menyebabkan kasus di atas adalah masyarakat memulai meremehkan larangan-larangan Islam. Mereka menganggap halal apa yang diharamkan dengan alasan yang menurut mereka itu benar. Kemudian turunnya suasana keintelektualan membuat orang lebih suka mengandalkan kemampuan financial daripada intelektual.
Adapun solusi untuk kasus-kasus suap yang terjadi yaitu:
Pertama: Solusi untuk individu dan masyarakat.
1.      Setiap individu muslim hendaklah memperkuat ketakwaannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Takwa merupakan wasiat Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk umat yang terdahulu dan yang kemudian. Dengan taqwa ia mengetahui.
 perintah-Nya lalu melaksanakannya, dan mengetahui larangan-Nya lalu menjauhinya.
2.      Berusaha menanamkan pada setiap diri sifat amanah, dan menghadirkan ke dalam hati besarnya dosa yang akan ditanggung oleh orang yang tidak menunaikan amanah. Dalam hat ini, peran agama memiliki pengaruh sangat besar, yaitu dengan penanaman akhlak yang mulia.
3.      Setiap individu selalu belajar memahami rizki dengan benar. Bahwa membahagiakan diri dengan harta bukanlah dengan cara yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, akan tetapi dengan mencari rizki yang halal dan hidup dengan qana’ah, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberi berkah pada hartanya, dan Ia dapat berbahagia dengan harta tersebut.
4.      . Menghadirkan ke dalam hati, bahwa di balik penghidupan ini ada kehidupan yang kekal, dan setiap orang akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semua perbuatan manusia akan ditanya oleh Allah Swt tentang hartanya, dari mana enkau mendapattkannya, dan kemana engkau habiskan.
Kedua: Solusi Untuk Ulil Amri (Pemerintah).
1.      Jika ingin membersihkan penyakit masyarakat ini, hendakah memulai dari mereka sendiri. Pepatah Arab mengatakan, rakyat mengikuti agama rajanya. Jika rajanya baik, maka masyarakat akan mengikutinya, dan sebaliknya.
2.      . Bekerjasama dengan para da’i untuk menghidupkan ruh tauhid dan keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika tauhid telah lurus dan iman telah benar, maka, semuanya akan berjalan sesuai yang diinginkan oleh setiap diri seorang muslim.
3.      Jika mengangkat seorang pejabat atau pegawai, hendaklah mengacu kepada dua syarat, yaitu keahlian, dan amanah. Jika kurang salah satu dari dua syarat tersebut, tak mustahil terjadi kerusakan kemudian memberi hukuman sesuai dengan syariat bagi yang melanggarnya.
4.      Semua pejabat pemerintah seharusnya mencari penasihat dan bithanah (orang dekat) yang shalih, yang menganjurkannya untuk berbuat baik, dan mencegahnya dari berbuat buruk. Seiring dengan itu, Ia juga menjauhi bithanah yang thalih (salah).



BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
ü  “Ar-Risywah (suap) adalah sesuatu yang diberikan kepada penegak hukum untuk menggagalkan perkara yang benar atau mewujudkan perkara yang bathil (tidak benar)”.
ü  cakupan suap adalah (1) Setiap orang, (2) memberi sesuatu, (3) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, (4) karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentagan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilkukan dalam jabatannya.
ü  Tindak Pidana Suap dijelaskan dalam Undang-Undang No. 11 Th. 1980 dan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
ü  Suap memiliki dampak negatif yang diantaranya adalah:
a)      Dapat menipiskan iman dan menyebabkan Allah murka serta membuat setan mudah memperdaya manusia, dengan menjerumuskan manusia kedalam maksiat yang lain.
b)      Timbulnya degradasi moral dan redupnya cahaya akhlak serta individu saling menzhalimi antar individu

2.      Kritik dan Saran
v  Hendaklah setiap individu mementingkan adanya Norma-Norma Hukam yang belaku dalam negara ini agar terciptanya pemerintahan yang adil dan sejahtera.
v  Jika kita ingin memberantas penyakit para masyarakat ini setidaknya pemerintahanan agar legih tegas dan tangkas dalam menangani Kasus Suap yang terjadi dalam negeri ini dan kita harus terus mendukung kerja keras Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
v  Kepada pemuda generasi harapan bangsa harus mampu membawa dan menjunjung tinggi moralitas bangsa ini kepada yang lebih baik.

DAPTAR PUSTAKA
Syafi’i, Rahmat, Al-Hadis (Aqidah, Akhlaq, Sosial, dan Hukum), Bandung, Pustaka Setia, 2000
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor, Politeia, 1994
hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_11_80.htm
www.tempo.co/read/news/2012/09/.../Angie-Didakwa-Terima-Suap


[1] . Rahmat Syafi’i, Al-Hadis (Aqidah, Akhlaq, Sosial, dan Hukum), Bandung: Pustaka Setia, 2000. hal. 151
[2] . R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Bogor: Politeia, 1994. hal. 165
[3] . Ibid., hal. 284
[4] . WWW.tempo.co/read/news/2012/.../Nazar-Rela-Hartanya-Disita-KPK
[5] . WWW.tempo.co/read/news/2012/09/.../Angie-Didakwa-Terima-Suap

[6] . WWW.bacain.com/s/Contoh-Ksus-tindak-pidana-suap

Tidak ada komentar:

Posting Komentar